Akhirnya keluar juga putusan Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar versi Agung Laksono (AL) kontan saja membuat berang dan meradang Golkar vesi Aburizal Bakri (ARB). Bagi sebagian kalangan terutama para pengamat sejak semula telah menduga jika keputusan Menkum HAM memang akan sepeti ini ujungnya.
Sejumlah pengurus Golkar versi ARB sudah tidak kaget lagi dengan keputusan Menkum HAM tersebut sebab tentu saja pemerintah apapun alasannya sangat berkepentingan dengan stabilitas dukungan partai politik. Ini mugkin saja pengaruh atau buntut dari koaisi permanen dukung mendukung pencapresan yang sebelumnya bergaung dengan nama Kolalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP), dimana masing-masing Koalisi memiliki kepentingan mendasar untuk mengamankan kekuasaan versi mereka masing-masing. Seluruh partai politk dipastikan membutuhkan posisi tawar dimata kekuasaan.
Apakah keputusan Menkum HAM tersebut buah proses politik atau buah proses hukum dalam kerangka stabilitas politik nasional? tentu saja jawabannya akan muncul beragam, sebab satu sama lain memiliki argumentasi yang sama-sama kuat sama-sama dipaksakan untuk melegitimasi pendiriannya masing-masing juga, sehingga babak barunya adalah makin panas makin seru makin meruncing. Nada-nada berbau perlawanan mulai terdengar dari kedua kubu patai yang terpecah mengikuti alur dan irama kekuasaan yang sayup sayup juga belum memberikan jaminan yang memadai bagi kesinambungan kesejahteraan masyarakatnya sebagaimana janji-janji politik para capres cawapres saat pencalonannya dulu. Hingar bingat rayuan maut politik para capres kini hilang ditelan gemerlapnya aura kekuasaan yang mulai beradu peran beradu kuat diwilayah elit, dimana msyarakat lebih banyak dipertontonkan pemandangan ketidak berdayaan bersikap saat BPJS tidak banyak membantu memproteksi kekuarangan finansila saat sakit, saat membutuhkan santunan dan lain sebagainya.
Banyaknya katu sakti yang digadang-gadang dapat memperbaharui kesejahteraan masyarakat Indonesia untuk yang lebih baik tidak ubahnya kartu biasa yang sama sekali asih belum memberikan nilai tambah yang menjanjinkan dalam konteks realisasinya dilapangan.
Kembali pada babak baru patai beringin yang kini mulai meradang dan memanas ditubuh kepengurusannya yang telah terlanjut terbelah, maka bukan tidak mungkin pecahnya kepengurusan ditubuh Golkar kedepan ini akan memunculkan babak baru perlawanan mendasar tidak hanya pada kubu internal partai Golkar, melainkan berimbas pada penyelenggara kekuasaan sebagai pemilik legitimasi yang membuat legal dan tidaknya sebuah susunan kepengurusan dipartai. Tentu saja siapa berbuat siapa bertanggungjawab. sebeb persoalan partai poitik sejak awal juga merupakan persoalan elit yang kemudian akan menggusur rakayat digaris dasar pada ranah konflik yang cukup berbahaya juga jika tidak diantisipasi segera...
0 comments:
Post a Comment