Hallo Garut..!!
Pembaca yang Budiman....!!
Jika pertanyaan seperti judul tulisan ini terlontar maka jawaban yang banyak kita temui adalah karena dibiarkan tidak ditertibkan...Namun sungguh lebih dari sekedar jawaban karena tidak ditertibkan yang menarik dicermati, malah lebih kepada banyak faktor akibat dari kota ini salah urus, salah penanganan dari periode rezim ke rezim dalam satu dasawarsa terakhir.
Si Miun urang kota anu cicing dipinggir trotoar berani berkoar koar jika semrawutnya pengkolan karena tidak adanya perhatian serius dari rezim dua periode terakhir sepeninggalan Demang Agus Supriadi yang terpaksa memimpin setengah jalan lantaran nyaeta atuh gogoda jadi pamingpin sok aya aya wae...Padahal jika mau belajar pada ketegasannya dan kebijakan penertiban pengkolan sungguh layak diacungkan jempol, barangkalai Demang yang berani bertolak pinggang dipengkolan dengan hasil gemilang dalam penertiban, baru Bupati Agus Supriadi kala kepemimpinannya. Namun sayang seribu sayang peninggalan gemilang ladang keringat banting tulang dengan menggelontorkan banyak anggaran kala itu tidak ditindak lanjuti oleh Demang berikutnya yang malah berbalik arah bergandeng tangan dengan PKL memberi ruang seluas luasnya untuk pusat kota semrawut karena digunakan bargening dukungan saat pencalonannya. Inilah kisah sedih semrawutnya pengkolan hingga makin semrawut dan cenderung makin liar dan pikasebeleun.
Maaf ceuk si Miun lain teu percaya ka Demang anu aya keur kumawasa, namun memang harus segera membuat rumusan yang pasti dan tepat agar proses peyelesaiannya tidak membuat kewalahan dan kalangkabut buntel kadut. Sejujurnya semrawutnya pengkolan adalah warisan ketidak becusan pemimpin sebelumnya dalam mengimplentasikan penataan kota, hingga akhirnya pusat kota mulek keramaian memusat hanya disatu titik sebab pemegang kebijakan kala itu tidak pernah memikirkan akan terjadi lonjakan berbagai sektor yang membuat beban pusat kota makin menumpuk, dan membuat siapapun yang menyaksikannya tidak sedikitpun menemukan kenyamanan, kecuali pipaseaeun unggal juru unggal titik. Hampura da memang keadaanya seperti itu.
Kini memang saatnya sebuah ketegasan yang solutif dan humanis diterapkan kalau perlu beremphaty sedikit politik kebijakan anggarannya untuk penataan kota atuh, sebab si Miun cenah yakin jika tidak secepatnya ditangi maka akan semakin susah dan sulit dicarikan solusianya. Bisa-bisa harus berdarah-darah nantinya kan bahaya atuh bisa jadi komoditi politik yang berujung konflik omat bahaya eta.
Sok atuh implemantasi kebijakan sesuai janji poltik Demang saat mencalonkan segerakan jangan terlalu mengandalkan bawahan atau staf sebab kebanyakan staf maaf-maaf rada syuudzon sedikit lebih banyak mencari celah untuk menitipkan keuntungan dari guliran programnya, makanya jika programnya gahar dan sangar serta tidak ada untungnya untuk saku mereka sepertinya dhindari sebeba cenah kacape-cape. Ini juga perlu diantisipasi sebab kebijakan anggaran kadang-kadang menjadi sia-sia mengucur deras numun tidak solutif dan tidak memberikan dampak signifikan pada kebutuhan masyarakat. sok weh bandungan cuuu...
Abah jeung si Miun teu sabar hayang geura nitenan pengkolan bersih rapi tertata istimewa dan bersahaja bersahabat dan bermartabat kitu harepan abahmah.
0 comments:
Post a Comment