Saturday, February 28, 2015

Garut Ini Kawasan Konservasi, Tapi Hutannya Sudah Rusak



Hallo Garut...!!
Pembaca yang Budiman...!!

Ironis memang....Tidak ada kata-kata yang tepat untuk melukiskan betapa memang hutan Garut sudah rusak dan kerusakannya juga tidak bisa digambarkan,  sebab yang merusak dan yang menggambarkan kerusakan sama-sama rusaknya. Artinya gambaran yang terlihat dari rusaknya hutan Garut, adalah gambaran utuh jika pelarian terakhir mencari penghidupan adalah membabat hutan. belum lagi kebiasaan suport  pemodal yang datang makin seru mempercepat kerusakannya.

Wakil Bupati Garut dr. Helmi Budiman pasca kunjungannya diselatan Kabupaten ini di Kecamatan Pakenjeng merilis jika kerusakan hutan yang terjadi sudah lebih dari 600 Hektar, tentu saja ukuran bentangan luas 600 hektar tersebut tidak termasuk dalam kategori rusaknya ekosistem terdampak dimana hadirnya kawasan pemukiman juga memberi andil besar dalam kerusakan hutan tersebut. Sepanjang para penghuni permukiman tersebut tidak (care) terhadap keutuhan lingkungannya. Maka benar jika isu global warming atau yang dinamakan dengan pemanasan global memang akibat dari kerusakan ekosistem baik darat laut dan udara.

Parahnya darat yang merupakan pensuplai oksigen dari hutan yang rindang dan utuh kini sudah tidak kita jumpai lagi, makanya perubahan yang sangat terasa memang dari panasnya udara. Dulu yang namanya Garut memang tidak pernah ada kata panas yang sangat mendera hingga serasa dipinggir laut, tapi kini terasa tidak ada bedanya dengan daerah pantura yang juga makin panas terasa.

Ini memang keadaanya sepeti itu, Anehnya hutan yang luas dengan tigkat kerusakan yang luar biasa parah juga belakangan hanya menjadi bahan penyesalan dari para aktifis lingkungan saja, sementara tidak ada pihak yang hingga kini merasa bersalah, termasuk para pelaku Ilegal Logging sekalipun tidak mau dipersalahkan, sebab ternyata rupiah telah menyulapnya menjadi lupa jika hutan itu seyogyanya tidak boleh dirusak.

Rupiah memang dahsyat merubah pola pandang dan sikap orang-orang menjadi garang dan liar. memang awalnya tidak terasa dengan dalih membawa pohon tumbang dan ranting jatuh hingga akhirnya mulai berani menebang yang pinggir hingga terus merambah kedalam hutan rimba, karena ditantang para pemodal yang tidak segan-segan mau membayar mahal kayu-kayu itu tidak perduli dari hasil Ilegal didapatnya.

Lucunya tidak sampai cukup disitu, para pemegang Hak Penebangan Hutan yang secara resmi dikeluarkan pemegang kebijakan dibidangnya, juga kadang-kadang menjadi rada-rada sangsi ketika harus beradu banyak dan beradu luas dengan hutan yang menjadi lahan tebangan itu. Ironisnya kadang bermain izin menyulap dan membabat hutan yang bukan peruntukannya juga tidak segan-segan, makanya kerusakannya cepat tidak berimbang dengan upaya rehabilitasi yang dilakukan kemudian.

Entah berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan untuk mengembalikan kondisi hutan dan entah berapa besar juga resiko yang ditanggung dari kerusakan yang telah terjadi selama ini. Bukankah bencana dari berbagai bentuk merupakan akumulasi dari perbuatan terhadap perusakan hutan itu sendiri. Mangga dipikirkan secara seksama, siapa memulai dulu mengembalikan hutan kita agar kembali lebat dan rindang atau lebih dulu menjadi perusak generasi mendatang. 

Bukankah yang akan mewarisi kondisi yang kita tinggalkan ini adalah anak cucu kita bersama? Oh iya makanya atuh hentikan keserakahan rubah pola kesadaran untuk membiarkan hutan kembali tumbuh mengembalikan kekuatan ekosistemnya dengan tidak menyentuh dan menjarah apapun yang ada disana dengan alasan apapun.      

0 comments:

Post a Comment