Sebenarnya seperti tidak seberapa atau kata si Miun teu sapira atau hanya hal sepel, padahal jika dicermati dalam skala besar dan lama berdampak pada buruknya sistem yang ada baik itu sistem manajeman pemerintahan atau buruknya sistem penanganan terkait persoalan-persolan publik.
Dimana-mana bukan rahasia umum jika tata kota, mulai dari sistem pengelolaan sampah, pengaturan lalu lintas hingga prilaku masyarakat perkotaan saat ini dirasakan semakin sulit diatur dan dikendalikan.
Keadaan itu dapat kita lihat dari problematika secara umum perkotaan yang ada di republik ini hampir sama. Jika tidak masalah sampah pasti masalah Pedagang Kaki Lima (PKL), dan atau masalah akibat dari laju pertumbuhan kepemilikan kendaraan yaitu kemacetan. Buruknya kebiasaan sebagian besar bangsa ini terlihat dari tidak pernah tertibnya semua persolan tersebut.
Di Garut misalnya kota tempat si Miun dilahirkan sepertinya dari tahun ke tahun dari satu perode kepemimpinan menuju kepemimpinan berikutnya belum terlihat ada peningkatan mutu dalam tertib kota misalnya. tibaheula kitu jeung kitu weh "pabaliut buntel kadut", Pusat kota tidak ubahnya seperti pusat pedagang Kaki lima yang bisa sesukanya memanfaatkan setiap lorong atau ruang yang ada tidak perduli itu badan jalan, Trotoar atau mungkin gang sempit milik orang yang penting ada tempat buat buka lapak ya sudah makin tak jelas identitasnya.
Di Garut etateh, semangat untuk membenahi dan melakukan penataan kota baru pada tahapan wacana dan belum memunculkan keseriusan sebab hanya kata bersabar dan mohon waktu yang selalu terlontar dari mulut para petinggi kota dodol ini. Buruknya adalah belum juga penertiban dilakukan persiapan inprastruktur untuk merelokas PKL sendiri rasanya tidak tuntas-tuntas padahal memang butuh waktu cepat agar legitimasi publik makin menguat dan membantu melakukan upaya penertiban.
Sebab, jika berlama-lama maka yang merasa makin memiliki legitimasi adalah para PKL, padahal jumlahnya tidak sepersekian jumlah masyarakat kabupaten Garut secara keseluruhan malah cenderung mengalahkan hak banyak orang yang lebih banyak. heran pan urang???
Duka timana mimitina jung saha anu ngamimitian eta PKL jeung bapaliutna pusat kota Garut seakan menjadi simbol ketidak berdayaan setiap penguasa wilayah yang memimpinnya, padahal apa susahnya, penguasa itu didukung segalanya, Uang rea, tenaga banyak masa meni uat berlama-lama heran uing...!!
Ceuk beja memang kebiasan buruk pada walnya yang menjadi penyebab ini, semua, saat PKL tumbuh setengah aya dibiarkan begitu saja malah berseliweran petugas berseragam PNS menarik retribusi bari teu jelas kamana asup duitna. Itu yang membuat PKL mendapat legitimasi pada awalnya. Buruknya lagi kebiasaan itu terus dipelihara bahkan pada satu periode kepemimpinan PKL dijadikan alat politik buat mendukung jadi pemimpin, Pokna pan lamun dukung saya jadi....PKL tidak akan direlokasi malah akan dibakukan dilokasi pengkolan, untung geus teu jadi ngan imbasnya memang terlihat menjadi semakin kuat hingga kini. sulit untuk dilakukan penertiban.
Maka jangan pernah bermain-main dengan kebiasaan buruk, sebab keburukan sekecil apapu lambat laun menjadi besar dan terus mengakar hingga sulit untuk diluruskan.....
0 comments:
Post a Comment