Thursday, February 5, 2015

Ini Bukan Buku Putih, Tapi Buku Harus Diputihkan



Bukan cuma ngawur dan tidak mendidik malah membuat para kaula muda atau anak bau kencur jika membacanya dijamin bakal seperti anak kuda gatal lepas dari istalnya alias mangprung makin gak jelas arah dan tujuannya malah serasa mendapatkan pembenaran. Bayangkan saja disaat usia ABG atau usia remaja mengiinjak usia sedikit dewasa, dimasa itulah teramat sangat kompleks problematika yang keluar masuk otaknya, suara silih berganti masuk telnga kiri keluar telinga kanan, masuk iramanya nyanyian setan, keluar nyanyian merdu menyesatkan memang ada pada masanya.

Bayangkan coba ini  Buku yang nota bene adalah salah satu media untuk menyampaikan kebebasan berpendapat. Namun sayang seribu kali sayang isi buku yang satu ini memang terasa kebablsan kalaupun tidak bisa disebut disengaja tentu saja bukan serta merta melainkan sebelumnya tentu ada riset atau sedikit study yang melatar belakanginya buku itu ditulis dan diterbitkan. Apalagi buku itu bergenre psikologi remaja yang tentu saja berdasar pada basic keilmuan yang menjadi sandarannya. namun sayang rupanya setelah bertahan bertahun-tahun lamanya kini mulai dibukakan jika memang ada kesalahan yang sepertinya seolah disengaja pura-pura kekeliruan semata padahal memang patut dicurigai jika mungkin ada something dibelakangnnya, atau jika memang benar-benar karena tidak tahu rasa-rasanya memang kebangetan itu.

Ya negri-ngeri sedap mendengar dan mencermati buku 'Saatnya Aku Belajar Pacaran' karya Toge Aprilianto, seorang psikolog bergelar M.Psi, yang menjadi polemik karena isinya menyebut hubungan seks saat pacaran adalah wajar. Buku ini diterbitkan oleh Brilian Internasional di Sidoarjo, Jawa Timur. Buku ini dirilis pada 2010.

Nah sekarang memang telah menggelinding menjadi isue yang dinilai meresahkan maka jangan heran jika semua mata mulai tertuju padanya. jagan heran jika akan ada banyak pihak ikut pula berkomentar dan lain sebagainya. Padahal dirilis tahun 2010 yang lalu, selama lima tahun peredaran buku itu kita pada kemana yaaa?? rasa-rasanya sepertinya para remaja pembaca buku itu sudah dapat dibayangkan mereka berdiskusi berdua dengan pacarnya lalu mencoba praktek dan hasilnya mungkin Aborsi atau mungkin juga apa gitu yaa... Semoga saja tidak. maksudnya tidak terlanjur berani pada mengambil contoh dan rujukan dari buku itu.

Inilah barangkali rendahnya minat baca bangsa kita, bayangkan dari 250 juta lebih penduduk Indonesia, baru lima tahun kemudian dapat mengetahui ada buku betema kurang layak dibaca bahkan tidak boleh beredar jika benar isinya bertentangan dengan yang seharusnya dijaga dan dibentengi oleh kita semua. 

Sejak buku itu awal dirilis sepertinya biasa aja seperti halnya buku yang terbit untuk bacaan biasa dan layak dibaca, sehingga tidak ada satupun orang yang bereaksi, Atau memang para pembacanya merasa enjoy dengan bahan bacaan yang meberi pembenaran atau bahkan membuka jalan ditengah kegalauan dan krisis kepercayaan disi pada remaja atau ABG yang mengalaminya.

Semaunya masih perlu pendalaman dan kewaspadaan dari semua pihak, kita tidak boleh lagi lemah apalagi sama sekali tidak memiliki semangat baca yang besar. Karena jika tidak pernah mau membaca setiap ada buku yang baru, rasa-rasanya juga ragu apa buku memang tidak ada pengawasnya ketik buku itu diterbitkan bahkan sampai dicetak berulang-ulang ini pertu kita cari tahu istitusi mana dinegara berbayar ini yang bertanggung jawabnya? Kita tunggu jawabanya.
 
 

0 comments:

Post a Comment